“Selat Muria yang riak air lautnya tidak terlalu besar, selama ratusan tahun perlahan-lahan menghilang dan kemudian menjadi dataran rendah akibat sedimentasi yang tinggi dari Pulau Jawa bagian utara”, ungkap Eko, sebagaimana dikutip dari halaman BRIN.go.id
Ia menambahkan, terkait fenomena banjir besar yang melanda Demak dan sekitarnya akhir-akhir ini nyaris tenggelam layaknya seperti selat. Namun, pihaknya meyakini tidak akan mengembalikan Selat Muria yang pernah ada ratusan tahun lalu.
“Jika banjirnya surut, maka akan kembali menjadi daratan. Perlu waktu jutaan tahun melalui proses geologi yang luar biasa untuk mengembalikan Selat Muria,” tukasnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Adrin Tohari menekankan, pentingnya kajian untuk mengetahui karakteristik sumber bahaya geologi dan laju pergerakannya secara komprehensif. Kata dia, Hal ini akan mendorong masyarakat terlibat aktif dalam mitigasi bencana geologi seperti gempa, tsunami, gunung api, dan gerakan tanah.
“Contohnya alat hasil riset PUMA (Perangkat Ukur Muka Air Laut) yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk mitigasi tsunami,” katanya.
“Alat PUMA dirancang murah pembuatannya, karena komponennya ada di Indonesia, dan mudah menggunakannya. Ini merupakan contoh upaya mitigasi yang sangat dibutuhkan masyarakat,” imbuhnya.
Dia berharap, melalui inovasi seperti ini, masyarakat dapat melakukan mitigasi melalui evakuasi secara mandiri tanpa harus ketergantungan pada pemerintah.