Evaluasi Ekonomi Syariah di 1 Tahun Pemerintahan Prabowo

By Fahroji - Redaktur
4 Min Read

JURNAL PEMALANG – Dr. Handi Risza Idris, S.E., M.Ec.- Wakil Rektor Paramadina, Peneliti CSED INDEF menegaskan bahwa fondasi kebijakan ekonomi syariah dalam pemerintahan Presiden Prabowo telah kuat secara konseptual.

Hal itu disampaikan dalam diskusi “Evaluasi Ekonomi Syariah di 1 Tahun Pemerintahan Prabowo” yang diselenggarakan secara daring (15/10/2025).

“Hal itu tercermin dari integrasinya dalam RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029, serta pembentukan dua lembaga strategis: Kementerian Haji dan Umrah serta BPJPH yang kini bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Namun, implementasi di lapangan masih menghadapi tantangan signifikan,” katanya.

Menurutnya program prioritas nasional seperti Makanan Bergizi Gratis (MBG) dengan anggaran Rp 335 triliun dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) belum secara eksplisit mengadopsi skema dan sertifikasi halal, yang seharusnya menjadi standar wajib untuk menjamin keamanan dan membangun rantai nilai halal yang terintegrasi.

Untuk Mengoptimalkan potensi industri halal global yang diperkirakan mencapai US$ 3,36 triliun pada 2028, diperlukan strategi industrialisasi yang lebih agresif.

Rekomendasi kunci itu kata Handi mencakup:
(1) Menetapkan industri halal sebagai program strategis nasional yang didukung oleh peta jalan (roadmap) terpadu; (2) Membangun ekosistem industri halal terintegrasi melalui pengembangan Kawasan Industri Halal (KIH);
(3) Memastikan program nasional seperti MBG dan KDMP mengadopsi prinsip halal value chain secara penuh; serta
(4) Mendorong percepatan regulasi payung (omnibus law) untuk ekonomi syariah guna menciptakan kepastian hukum dan menyelaraskan kebijakan lintas kementerian/lembaga, sehingga Indonesia dapat benar-benar menjadi pusat ekonomi syariah dunia.

Pada kesempatan yang sama Prof. Nur Hidayah, Ph.D, Kepala CSED INDEF mengevaluasi kinerja perbankan syariah pada tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo, yang telah diintegrasikan dalam RPJMN 2025-2029 dan Asta Cita II sebagai pilar utama pembangunan.

“Secara makro, pertumbuhan pembiayaan syariah (8.13% YoY) melampaui konvensional, didorong oleh kebijakan strategis seperti penempatan dana pemerintah Rp200 triliun di Himbara, pendirian Bank Syariah Nasional (BSN) sebagai second anchor, dan peluncuran Bullion Bank,” katanya.

Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *