JURNAL PEMALANG – Kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang terjadi di salah satu desa di Kecamatan Randudongkal, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, selesai dengan mediasi, Minggu (14/12/2025).
Perkara yang sempat dilaporkan ke Polres Pemalang itu justru berujung damai di tingkat desa dengan kesepakatan kompensasi senilai Rp100 juta. Korban merupakan anak di bawah umur, saat ini masih duduk di bangku SMP di wilayah Kecamatan Randudongkal.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kasus ini sebelumnya telah masuk ke ranah kepolisian. Namun, setelah dilakukan mediasi oleh Pemerintah Desa (Pemdes) setempat, kedua belah pihak mencapai kesepakatan damai pada Rabu, 19 November 2025.
Usai kesepakatan tersebut, laporan di Polres Pemalang dicabut. Dalam perjanjian damai itu, orang tua korban menyetujui pemberian kompensasi dari pihak terduga pelaku sebesar Rp100 juta. Pembayaran disepakati paling lambat pada 31 Desember 2025.
Perjanjian yang melibatkan oknum Kepala Desa (Kades) itu menyebut batas waktu pembayaran kompensasi yaitu apabila hingga batas waktu tersebut kompensasi tidak dipenuhi, keluarga korban menyatakan akan kembali melaporkan kasus ini ke Polres Pemalang.
Menanggapi adanya damai dalam kasus kekerasan seksual itu menjadi sorotan banyak pihak, salah satu diantaranya Praktisi Hukum di Kabupaten Pemalang Imam Subiyanto.
Imam mengatakan, surat kesepakatan tersebut catat hukum dan berpotensi adanya kejahatan baru yang menghalangi proses peradilan pidana.
”Penyelesaian kasus pelecehan seksual terhadap anak melalui perdamaian adalah perbuatan melawan hukum, bertentangan dengan norma hukum pidana, hukum perlindungan anak, serta prinsip keadilan substantif,” katanya.
Imam menegaskan, kasus pelecehan seksual terhadap anak bukan delik aduan biasa, melainkan delik khusus yang wajib diproses oleh negara, tanpa bergantung pada pencabutan laporan oleh korban atau keluarganya. Mencabut laporan, lanjut dia, tidak menghapus tindak pidananya. Negara tetap wajib mengadili pelaku.
”Perbuatan tersebut bertentangan dengan Pasal 76D dan 81 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Anak bukan objek transaksi. Kesepakatan uang justru memperparah penderitaan korban,” tegasnya.
Ia mengatakan, aparat desa tidak memiliki kewenangan hukum untuk memediasi atau mengesahkan perdamaian perkara pidana berat.
