Ia juga menyoroti pentingnya investasi pada sumber daya manusia. Dari total populasi 286 juta, sebanyak 153 juta merupakan angkatan kerja aktif. Generasi muda, khususnya 69 juta milenial dan 74 juta Gen Z, memiliki potensi besar karena lahir sebagai digital native, innovative, and adaptive.
Namun, Shinta mengingatkan adanya hambatan serius dalam penciptaan lapangan kerja.
“Pada 2024 kebutuhan lapangan kerja mencapai 12,2 juta orang. Dengan kebutuhan lapangan kerja baru 4,4 juta orang. Pengangguran sebesar 7,8 juta orang. Yang terserap hanya 4,8 juta orang. Trend ini menunjukkan adanya masalah struktural dalam penciptaan lapangan pekerjaan,” jelasnya.
Selain itu, kualitas tenaga kerja dinilai belum sebanding dengan kebutuhan industri. Dari seluruh lulusan, 36,5% hanya berpendidikan SD dan lulusan S1 baru 12%. Akibatnya, hanya 26% pelaku usaha yang menilai tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan industri.
Persoalan besar lainnya adalah dominasi sektor informal yang hampir mencapai 60%, bahkan menurut data ILO bisa lebih dari 70%.
“Informal sektor didominasi oleh UMKM yang 56 juta UMKM aktif jumlahnya. UMKM adalah kategori jenis/level usaha. Sedang entrepreneurship/wirausaha sekitar 3,5% dari populasi. Entrepreneur harus punya inovasi. Sebagian UMKM bisa dianggap entrepreneur tapi kebanyakan UMKM tidak punya inovasi dan tidak dianggap entrepreneur,” terangnya.
Sebagai perbandingan, tingkat kewirausahaan di Thailand mencapai 4,8% dari populasi, sementara Singapura bahkan 11–12%. Shinta menegaskan bahwa peningkatan jumlah wirausaha sejati merupakan kunci bagi pertumbuhan ekonomi sekaligus penciptaan lapangan kerja yang berkualitas.*