Ia juga mengingatkan kembali pesan pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan, yang berbunyi “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.”
Menurutnya, pesan itu menjadi ruh perjuangan para kader hingga kini, menjadikan Muhammadiyah tumbuh sebagai organisasi Islam yang besar dan disegani dunia, tanpa kehilangan jati diri sederhana dan amanah.
“Hari ini, Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi Islam terkaya keempat di dunia, tapi yang lebih penting adalah tetap teguh menjaga nilai keikhlasan dan pengabdian,” tutur KH. Nurbani.
Ia menutup tausiyahnya dengan ajakan reflektif untuk menjadikan Milad ke-113 sebagai momentum memperkuat kaderisasi dan memperdalam semangat dakwah berkemajuan.
“Dakwah berkemajuan tumbuh dari akar kebersamaan, memadukan nilai intelektual, spiritual, dan sosial untuk mencerahkan umat,” pesannya dengan nada lembut namun tegas.
Acara kemudian diakhiri dengan doa bersama, makan siang, dan sesi foto kebersamaan antara PCM, ortom, Forkompincam, serta seluruh warga Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Di bawah langit Karangasem yang cerah, gema takbir dan tawa jamaah berpadu dalam kebahagiaan sederhana.
Dari desa kecil di Wangon, cahaya dakwah itu terus menyala, menegaskan bahwa dakwah Muhammadiyah adalah cahaya yang lahir dari kesederhanaan, menyinari dari kampung menuju peradaban besar yang mencerahkan umat dan bangsa.
Pengajian akbar yang dikawal oleh Puluhan KOKAM, Hizbul Wathon, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah Cabang Wangon tersebut di hadiri oleh Forkompincam (Camat, Kapolsek dan Koramil), Pleno PCM-PCA, Pleno 12 PRM-PRA, Pleno Majelis & Lembaga, Kepala AUMA, dan ribuan warga dan simpatisan Muhammadiyah-Aisyiyah. (Tarqum Aziz || Jurnalismu Banyumas Raya–Brebes)*
